Dalam Shahihul Jami’ish Shaghir no. 3913 dari hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas – Radhiyallahu ‘anhu – diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dan lain-lain, Rasulullah – Shallallahu ‘alaihi wasallam – bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. Apakah memang semua ilmu syariat itu wajib dipelajari oleh setiap orang yang beragama islam dalam semua keadaan secara menyeluruh? Berikut ini rinciannya.
Dalam kitab Adabud Daris Wal Mudarris (hlm. 25-26), Al-Allamah Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi menjelaskan bahwa ilmu-ilmu syar’i jenisnya tidak dapat dihitung dan hukumnya ada tiga bagian;
- Ilmu yang hukum mempelajarinya adalah fardhu ‘ain (wajib secara individu). Ini dikatakan dharuri (ilmu yang harus dipelajari secara darurat oleh setiap muslim). Batasan ilmu yang termasuk jenis ini adalah:
- Ilmu yang mengantarkan kepada sahnya aqidah.
- Ilmu yang mengantarkan kepada sahnya ibadah.
- Ilmu yang mengantarkan kepada berlakunya suatu akad dan mu’amalah dan apa saja yang dibutuhkannya dan dilakukannya.
- Ilmu yang hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah (wajib secara kolektif). Ini dikatakan haji (dihajatkan oleh seorang muslim), yaitu mempelajari sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia dalam dua perkara,
- Dalam menegakkan agamanya, seperti menghafalkan Al-Qur’an, menghafalkan hadits-hadits dan ilmu-ilmunya, ushul, fiqih, nahwu, dan lain-lain atau ilmu yang diperlukan
- Dalam menegakkan urusan dunianya, seperti kedokteran, perhitungan, dan arsitektur.
- Ilmu yang hukum mempelajarinya adalah nafl (sunnah). Ini disebut juga tahsini, yaitu sebagai pelengkap dan penghias dari ilmu tersebut. Misalnya adalah tabahhur (mendalami) tentang ushulul adillah (fondasi-fondasi dalil-dalil) dan mempelajari seni sastra secara luas dan mendalam.
Dalam muqaddimah Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (I/32), Imam Nawawi membawakan sebuah perkataan Imam Syafi’i berkaitan dengan skala prioritas,
إذا كثرت الحوائج فابدأ بأهمها
“Apabila hajat-hajat itu banyak maka mulailah dengan yang paling urgen (paling penting)”. Dengan demikian, apabila seseorang ingin mempelajari suatu disiplin ilmu, hendaknya memulai dengan ilmu yang hukum mempelajarinya fardhu ‘ain. Jika masih memungkinkan untuk menambah, maka ditambah dengan ilmu yang hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Jika masih memiliki kemampuan, maka ilmu yang hukumnya sunnah. Allahu a’lam.