Dalam Al-Adabul ‘Arabi wa Tarikhuhu (hlm. 76), Dr. Muhammad bin Abdurrahman Ar-Rabi’ menjelaskan bahwa ada seorang penyair pada masa daulah Abbasiyah yang bernama Abu Thayyib Al-Mutanabbi (w. 354 H) telah melantunkan bait syair berikut,
تُرِيْدِيْنَ لُقْيَانَ الْمَعَالِي رَخِيْصَةً وَلَا بُدَّ دُوْنَ الشَّهْدِ مِنْ إِبَرِ النَّحْلِ
“Engkau menginginkan bisa menggapai keluhuran itu dengan mudah (tanpa pengorbanan).
Padahal ketika seseorang ingin mendapatkan madu ia harus siap dengan sengatan lebah”.
Imam Burhanuddin Az-Zarnuji telah mengatakan dalam kitabnya Ta’limul Muta’allim Thariqat Ta’allum,
خَزَائِنُ الْمِنَنِ عَلَى قَنَاطِرِ الْمِحَنِ
“Simpanan-simpanan perbendaharaan karunia-karunia itu berada di atas jembatan ujian-ujian”.
Orang yang menginginkan sesuatu yang mulia, baik dan luhur di sisi Allah hendaknya menyiapkan diri untuk berkorban, berjuang dan mengerahkan kemampuan yang dimilikinya untuk meraihnya. Di samping itu, hendaknya selalu memohon pertolongan kepada Allah, sebagai bentuk pengamalan hadits riwayat Muslim dari sahabat Abu Hurairah – Radhiyallahu ‘anhu –
اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ
“Bersemangatlah menggapai apa yang bermanfaat bagimu, minta pertolonganlah kepada Allah dan jangan merasa lemah”.
Semua kebaikan tidak dapat diraih kecuali dengan pertolongan dari Allah semata. Imam Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra’ – Radhiyallahu ‘anhu – bahwa ketika Nabi – Shallallahu ‘alaihi wasallam di perang Khandaq beliau bersabda dalam keadaan penuh dengan tanah perutnya,
وَاللهِ لَوْلَا اللهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا
فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتِ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا
“Sekiranya tidak ada pertolongan Allah, maka kami tidak mendapatkan petunjuk,tidak bersedekah dan tidak pula shalat.
Oleh karena itu, turunkanlah ketenangan kepada kami dan teguhkanlah kaki-kaki kami ketika bertemu (para musuh)”.