Pertanyaan seperti di atas telah dijawab oleh Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (w. 241 H) dengan mengatakan:
النَّاسُ مُحْتَاجُوْنَ إِلَى اْلعِلْمِ أَكْثَر مِنْ حَاجَتِهِمْ إَلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، لِأَنَّ الطَّعَامَ وَالشَّراَبَ يُحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي اْليَوْمِ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ، وَالْعِلْمُ يُحْتَاجُ إِلَيْهِ بِعَدَدِ اْلأَنْفَاسِ.
“Manusia membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan mereka untuk makan dan minum. Hal itu karena makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau dua kali, sedangkan ilmu dibutuhkan sejumlah nafas-nafas (selama masih hidup)”. (Miftah Dar Sa’adah, I/164 – Dar ‘Alamul Fawaid).
Apa yang disampaikan oleh Imam Ahmad di atas menunjukkan bahwa ilmu adalah sesuatu yang amat penting. Ia selalu dibutuhkan oleh manusia di manapun dan dalam keadaan bagaimanapun. Tanpa ilmu, manusia tidak dapat melakukan sesuatu dengan semestinya. Hal itu karena pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan tidak tahu. Allah berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah telah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu-ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui apapun. (QS. An-Nahl: 78).
Puasa mengingatkan kita akan pentingnya ilmu. Tatkala seseorang berpuasa, ia hanya makan sore ketika berbuka, dan makan tatkala santap sahur. Sebagian ada yang makan juga pada malam harinya. Hanya saja pada siang harinya tatkala ia meninggalkan makan dan minum karena berpuasa ia butuh kepada ilmu tentang puasa yang benar.
Seseorang tidak dapat meninggalkan larangan-larangan berpuasa melainkan setelah mempelajarinya. Jika tidak memahaminya, bisa jadi seseorang terjatuh di dalamnya tanpa menyadarinya. Hal itu sebagaimana dikatakan:
كَيْفَ يَتَّقِيْ مَنْ لَا يَدْرِيْ مَا يَتَّقِيْ.
Bagaimana seseorang bisa menjaga diri dari suatu bahaya, jika ia tidak mengetahui bahaya apa yang ia harus jaga dirinya darinya? (At-Tibyan fi Syarh Akhlaq Hamalatil Qur’an, hlm. 64).
Orang yang tidak makan dan tidak minum karena berpuasa membutuhkan ilmu tentang puasa sepanjang hari ia berpuasa. Hal itu dalam rangka untuk menjaga puasanya dari hal-hal yang dapat menjadikan batal puasanya. Selain itu juga untuk menjaga puasanya agar pahalanya tidak berkurang atau menjadikan puasanya tidak berpahala. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعُ
Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya melainkan hanya rasa lapar. (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 1083).
Dalam Siyar A’lam Nubala’ (V/275) Imam Adz-Dzahabi menyebutkan salah satu keutamaan Qatadah al-Bashri:
مَا زَالَ قَتَادَةُ مُتَعَلِّماً حَتَّى مَاتَ.
“Qatadah senantiasa belajar sampai meninggal dunia”. Demikianlah semangat para salaf dalam menuntut ilmu.
Dengan memahami hikmah di balik puasa, mudah-mudahan kita semakin bersemangat dalam belajar. Semoga Allah memudahkan kita untuk menuntut ilmu yang dapat mengantarkan kepada syurga-Nya. Amin.
Referensi:
- Adz-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, 1405 H/1985 M, Siyar A’lam Nubala’, Bairut: Muassasah Ar-Risalah.
- Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, 1421 H/2000 M, Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif.
- Al-Badr, Abdurrazzaq bin Abdulmuhsin, 1440 H/2019 M, At-Tibyan fi Syarh Akhlaq Hamalatil Qur’an Lil Ajurri, Maktabah al-Itqan.
- Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abu Bakar, Miftah Dar Sa’adah wa Mansyur Wilayatil Ilm wal Iradah, Dar ‘Alamul Fawaid.
- Ibnu Katsir, Isma’il bin Umar, 1420 H/1999 M, Tafsirul Qur’anil ‘Adzim, Dar Thaibah.