Ramadhan telah masuk pada sepuluh hari terakhir. Di antara amalan yang disyariatkan adalah membaca doa lailatul qadar. Apa yang terkandung di dalam doa ini? Apa isyarat yang terdapat dalam hadits tentang doa tersebut? Berikut ini uraian ringkas tentang hal tersebut. Semoga bermanfaat.
Dalil tentang Doa Lailatul Qadar.
Dasar yang menunjukkan disyariatkan membaca doa tersebut adalah hadits berikut ini:
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ، مَا أَقُوْلُ فِيْهَا؟ قَالَ: ((قُوْلِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي))
Dari Ummul Mukminin Aisyah – Radhiyallahu ‘anha – berkata, “Aku berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku tahu suatu malam itu adalah lailatul qadar, apa yang aku baca?”. Beliau menjawab, “Katakanlah, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalalah Dzat Pemberi maaf, mencintai maaf, maka maafkanlah aku”. (Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3580 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Targhib, No. 3391).
Kandungan hadits ini:
Dalam hadits ini terkandung beberapa pelajaran yang amat berharga:
- Bertanya adalah kunci ilmu.
Dalam hadits tersebut, Aisyah – radhiyallahu ‘anha – bertanya kepada Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam – tentang suatu ilmu, kemudian mendapatkan tambahan ilmu. Ini menunjukkan bahwa bertanya adalah merupakan kunci ilmu. Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata:
الْعِلْمُ خَزَائِنُ وَمَفَاتِيحُهَا السُّؤَالُ
Ilmu itu laksana simpanan perbendaharaan dan kunci-kuncinya adalah bertanya. (Jami’ Bayanil Ilm wa Fadhlihi, no. 534).
- Urgensi berdoa.
Hadits ini menunjukkan pentingnya berdoa. Beliau – shallallahu ‘alaihi wasallam – memberikan petunjuk agar membaca doa di atas pada malam lailatul qadar. Di sela-sela pembahasan tentang puasa, Allah menyisipkan ayat tentang doa. Allah berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku penuhi permohonan orang yang berdoa kepadaku jika ia memohon kepada-Ku”. (QS. Al-Baqarah: 186).
- Menetapkan nama AL-Afuww untuk Allah .
Al-Afuwwu adalah termasuk di antara al-Asma’ul Husna. Nama ini telah tersebut dalam doa di atas. Allah bernama Al-‘Afuww, maka Allah memberikan maaf atas kesalahan-kesalahan yang banyak dari hamba-hamba-Nya. Meskipun seseorang telah membunuh seratus nyawa, ia tetap ada kesempatan untuk bertaubat dan meraih ampunan dari-Nya. Allah berfirman:
وَكَانَ اللهُ عَفُوًّا غَفُوْرًا.
Allah Maha Pemaaf Maha Pengampun. (QS. An-Nisa’: 99).
- Pentingnya Al-Afwu bagi setiap hamba.
Al-Afwu adalah merupakan hal yang amat penting bagi seorang hamba. Ada tiga istilah yang berkaitan dengan al-afwu yaitu al-‘afiyah dan al-mu’afah. Dalam Taudhihul Ahkam (III/495) dijelaskan bahwa keburukan pada masa yang telah lalu terhapus dengan al-‘afwu, keburukan yang sedang terjadi hilang dengan al-‘afiyah dan keburukan pada masa yang akan datang lenyap dengan al-mu’afah.
- Adanya kemungkinan diketahuinya lailatul qadar.
Dalam Bahjatun Nadzirin (II/340) disebutkan bahwa di antara fawaid hadits ini adalah bahwa lailatul qadar memiliki tanda-tanda yang terkadang dapat diketahui oleh sebagian dari hamba-hamba Allah.
- Menetapkan sifat mahabah
Hadits ini juga menjadi dasar bahwa Allah memiliki sifat mencintai. Dia mencintai kebaikan, mencintai jalan-jalan kebaikan, dan mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan sebagaimana dalam An-Nurul Asna fi Syarhil Asma-il Husna (hlm. 297-302). Salah satu amalan yang dicintai-Nya adalah memberikan maaf.
- Bertawassul dengan sifat Allah.
Dalam doa ini terdapat tawassul kepada Allah dengan menggunakan nama Allah dan sifatnya. Adapun nama-Nya adalah Al-Afuwwu, dan sifatnya adalah mahabbatul ‘afw (mencintai maaf). Ini adalah termasuk tawassul yang disyariatkan. (Fath Dzil Jalali Wal Ikram, III/309). Allah telah berfirman:
وللهِ اْلأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Dan hanya milik Allahlah nama-nama yang indah. Maka berdoalah kalian dengannya”. (QS. Al-A’raf: 180).
- Lailatul qadar adalah waktu mustajab.
Lailatul qadar adalah termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Al-Bassam dalam Taudhihul Ahkam (III/592). Oleh karena itu, sudah sepantasnya memanfaatkan malam-malam hari pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan untuk banyak berdoa.
- Memanfaatkan kesempatan.
Syaikh Salim al-Hilali mengatakan: “Apabila seorang hamba mengetahui waktu mustajab untuk berdoa atau merasa sedang berada dalam keadaan dekat dengan Allah, maka sudah sepantasnya ia menampakkan butuhnya kepada Allah”. (Bahjatun Nadzirin, II/340).
Demikian sekilas tentang kandungan doa lailatul qadar. Semoga Allah memberikan kepada kita taufiq untuk berdoa dengan doa tersebut pada malam yang disebut lailatul qadar.
Referensi:
- Al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman, 1423 H/2003 M, Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram, Makkah: Maktabah Al-Asadi.
- Al-Hilali, Salim bin ‘Id, Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhish Shalihin, Dar Ibnil Jauzi.
- Ibnu Abdil Barr, Yusuf bin Abdullah, 1414 H/1994 M, Jami’ Bayanil ‘Ilm wa Fadhlihi, Dar Ibnil Jauzi.
- Al-Anshari, Amin, 1436 H/2015 M, An-Nurul Asna fi Syarhil Asma-il Husna, Iskandariyah: Ad-Darul ‘Alamiyyah.
- An-Nawawi, Yahya bin Syaraf, 1428 H/2007 M, Riyadhush Shalihin, Bairut: Dar Ibni Katsir.
- Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, 1427 H/2006 M, Fath Dzil Jalali Wal Ikram, Kairo: Al-Maktabah al-Islamiyyah.