Doa berbuka adalah termasuk doa yang selalu dibaca setiap hari oleh orang yang berpuasa. Anda pasti sudah menghafalnya dan selalu membacanya. Pernahkah kita merenungkan kandungan lafal-lafal yang ada dalam doa berbuka? Apa rahasia yang tersimpan di dalamnya?
Berikut ini penulis akan menyampaikan sedikit tentang isi dari doa berbuka. Semoga bermanfaat.
Dasar Doa ini.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: “كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله.
Dari Ibnu Umar – semoga Allah meridhanya–, beliau berkata: Dahulu Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam apabila berbuka berkata: “Dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah dan pahala telah tetap jika Allah menghendaki”. (HR. Abu Dawud, no.2357 dan dihasankan oleh Syaikh AL-ALbani dalam Shahihul Jami’, no. 4678. Lihat Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar, hlm. 284).
Ini adalah doa yang ringkas. Hanya saja, doa ini mengandung berbagai pelajaran berharga bagi kita. Di antaranya adalah:
-
Keagungan nikmat berupa air.
Termasuk nikmat yang Allah karuniakan kepada kita adalah nikmat adanya air dan hilangnya rasa haus. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (w. 1421 H) mengatakan: “Manusia apabila minum dalam keadaan haus, maka ia akan merasakan bahwa air itu ketika sampai di lambungnya akan menyebar ke badan dan ia merasakannya dengan jelas. Lalu ia mengatakan dengan hatinya, “Maha Suci Allah yang Mahabijaksana Maha Mengetahui yang telah menjadikan air itu menyebar dengan demikian cepatnya”. (Asy-Syarhul Mumti’, VI/441).
Al-Munawi (w. 1031 H) berkata: “Beliau (Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam – ) tidak bersabda: “Telah lenyap rasa lapar” juga. Hal itu karena tanah Hijaz adalah panas. Mereka bersabar menghadapi sedikitnya makanan daripada kehausan. Mereka merasa terpuji dengan sedikit makan, bukan dengan sedikit minum”. (Faidhul Qadir, V/107).
Air adalah merupakan nikmat yang amat besar. Allah telah menjelaskan tentang air dalam firman-Nya:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan Kami menjadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Tidakkah mereka beriman? (QS. Al-Anbiya’: 30).
Imam Al-Baghawi (w. 510 H) mengatakan:
يَعْنِي أَنَّهُ سَبَبٌ لِحَيَاةِ كُلِّ شَيْءٍ
Maksudnya bahwa air itu adalah sebab hidupnya segala sesuatu. (Ma’alimut Tanzil, V/316).
-
Bersyukur dengan menyebutkan nikmat.
Imam Ash-Shan’ani (w. 1182 H) menjelaskan hikmah lain disebutkannya lafal “dahaga telah lenyap” adalah sebagai bentuk syukur kepada Allah karena telah dibolehkan minum air yang sebelumnya dilarang secara syariat saat puasa. Air inilah yang biasa dijadikan sebagai permulaan seseorang ketika berbuka. (At-Tanwir Syarh Al-Jami’ish Shaghir, VIII/343).
Ketika seseorang menyebut nikmat, berarti ia telah bersyukur kepada Allah. hal itu sebagaimana dalam hadits:
وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ.
Membicarakan nikmat-nikmat Allah adalah syukur. (Shahih Targhib wa Tarhib, no. 976). Dari sini diketahui bahwa doa ini meskipun tidak ada lafal tahmid, akan tetapi ada ungkapan syukur yang tersirat.
-
Motivasi untuk beribadah.
Dalam doa berbuka terdapat isyarat bahwa ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba, selama terpenuhi ketentuannya, maka akan diterima di sisi Allah. Hal itu terambil dari lafal “Dan pahala telah tetap”. Imam Ali Al-Qari (w. 1014 H): “Maksudnya adalah rasa lelah telah hilang dan pahala telah ada. Ini adalah anjuran untuk (melakukan) ibadah-ibadah. Hal itu karena rasa lelah adalah ringan karena ia pergi dan lenyap, sedangkan pahala adalah banyak karena ia tetap ada”. (Mirqatul Mafatih, IV/1386).
Dalam doa ini terdapat faidah bahwa segala perbuatan yang dilakukan oleh hamba adalah tercatat di sisi-Nya. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih sungguh Kami tidak menyia-nyiakan pahal orang yang berbuat kebaikan. (QS. Al-Kahf : 30).
Salah satu dari nama Allah adalah Asy-Syakur. Artinya adalah Dzat yang membalas dengan balasan yang banyak atas amalan yang sedikit. Demikian dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam tafsir ayat 17 surat At-Taghabun. (Tafsirul Qur’anil Adhim, VIII/141).
-
Pahala tidak dapat diraih kecuali dengan kehendak Allah.
Seseorang tidaklah dapat meraih pahala melainkan jika Allah menghendakinya. Jika Allah tidak menghendaki pahala bagi seorang hamba, karena memiliki kekurangan dalam puasanya, maka ia tidak dapat memperoleh pahala tersebut. Ini terambil dari lafal “jika Allah menghendaki”.
Imam Ali Al-Qari (w. 1014 H) mengatakan: “Agar setiap orang tidak memastikan akan meraihnya. Hal itu karena tetapnya pahala untuk masing-masing orang tergantung kepada kehendak Allah”. (Mirqatul Mafatih, IV/1386). Oleh karena itu, Nabi bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَاْلعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa bagian dari puasanya adalah lapar dan haus”. (HR Thabrani dalam Al-Kabir, dan Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahih Targhib wa Tarhib, no. 1084 : Shahih Lighairihi).
Dalam Syarah Maqashidish Shiyam (hlm. 55) dijelaskan bahwa sebagaimana pahala orang yang shalat bermacam-macam, maka pahala berpuasa juga beraneka ragam. Ada orang yang ketika berbuka mendapatkan sepersepuluh pahala puasa, ada yang sepersembilan, seperdelapan dan seterusnya. Bahkan ada yang tidak mendapatkan pahala apapun. Wal’iyadhu Billah.
-
Menanamkan raja’ (rasa rarap)
Dalam doa berbuka, juga terdapat penanaman rasa raja’ yaitu seorang hamba berharap dapat meraih kebaikan dan balasan dari Allah. Ini terdapat dalam lafal “dan pahala telah tetap”. Menjadikan seseorang optimis akan mendapatkan pahala dari Allah atas puasanya. Al-Hasan Al-Bashri mengatakan:
الرَّجَاءُ وَالْخَوْفُ مَطِيَّتَا الْمُؤْمِنِ
“Raja’ (mengharapkan kebaikan kepada Allah) dan khauf (rasa takut) adalah dua kendaraan orang yang beriman”. (Az-Zuhd, karya Imam Ahmad, no. 1497).
-
Menanamkan Khauf (Rasa takut).
Doa ini mengingatkan kita agar memiliki rasa takut atas amalan yang kita lakukan. Ini ketika ketika merenungkan lafal “jika Allah menghendaki”. Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H) juga berkata:
جَعَلَ ثُبُوْتَهُ مُقَيَّدًا بِمَشِيْئَةِ اللهِ تَعَالَى لِأَنَّ الصَّائِمَ لَا يَدْرِيْ هَلْ قَبِلَ اللهُ تَعَالَى صِيَامَهُ أَوْ رَدَّه
Adanya pahala diikat dengan kehendak Allah ta’ala karena orang yang berpuasa tidak mengetahui apakah Allah menerima puasanya atau menolaknya. (Tuhfatudz Dzakirin bi’iddail Hishnil Hashin, hlm. 223). Hal itu karena pahala hanya dapat diraih jika dikehendaki-Nya. Barangkali ada hal-hal yang menjadikan puasa kita tidak diterima, sedangkan dia tidak menyadarinya.
-
Mencari Keberkahan dengan berkata In Sya Allah.
Salah satu bentuk mencari keberkahan adalah berdzikir dengan menyebut nama Allah. Imam Ali Al Qari mengatakan : “Kata “Jika Allah menghendaki” berkaitan dengan potongan terakhir sebagai bentuk tabarruk (mencari keberkahan)”. (Mirqatul Mafatih, IV/1386).
Semoga Allah menerima amal-amal yang kita lakukan. Mudah-mudahan Allah memberikan sebaik-baik balasan untuk kita semua atas semua kebaikan yang kita lalukan semampu kita.