Ada sebuah kisah menarik termuat dalam Siyar A’lamin Nubala’ (XIII/18). Imam Adz dzahabi (w. 748 H) membawakan sebuah kisah tentang wafatnya seorang Imam yang bernama Ibrahim bin Hani’. Beliau adalah salah satu dari murid terkemuka Imam Ahmad. Kisahnya sebagai berikut:
قَالَ أَبُو بَكْر بْنُ زِيَادٍ: حَضَرْتُ إِبْرَاهِيْمَ بْنَ هَانِئٍ عِنْدَ وَفَاتِهِ، فَقَالَ: أَنَا عَطْشَانُ فَجَاءَهُ ابْنُهُ بِمَاءٍ.
فَقَالَ: أَغَابَتِ الشَّمْسُ؟
قَالَ: لاَ.
فَرَدَّهُ، وَقَالَ: {لِمِثْلِ هَذَا فَلْيَعْمَلِ العَاملُوْنَ} [الصَّافَاتُ: 61] ، ثُمَّ مَاتَ
Abu Bakar bin Ziyad berkata: “Aku menghadiri Ibrahim bin Hani’ ketika akan wafat. Beliau berkata: “Aku haus”.
Lalu putranya datang dengan membawakan air.
Beliau bertanya: “Apakah matahari sudah tenggelam?
Putera beliau menjawab: “Belum”. Lalu beliau enggan minum.
Lalu beliau berkata (membaca sebuah ayat): “Untuk (kemenangan) yang seperti inilah, hendaklah beramal orang-orang yang mampu beramal”. (QS. Ash-Shafat: 61). Kemudian beliau wafat. Demikianlah kisah ringkas detik-detik wafat Imam Ibrahim bin Hani’ yang terjadi pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 265 H. Semoga Allah merahmati beliau.
Ini adalah sepenggal kisah dari sejumlah kisah wafatnya orang-orang yang shalih. Mereka mengakhiri hidup mereka dengan kebaikan. Ini menjadikan kita merenungkan tentang diri-diri kita sendiri dalam keadaan apakah kita akan meninggalkan dunia ini?
Empat Keadaan Manusia.
Dalam kitab Fathul Qawiyyil Matin (hlm. 112) dijelaskan bahwa keadaan manusia ditinjau dari permulaan dan pentutupan hidupnya ada empat:
Pertama:
مَنْ بِدَايَتُهُ حَسَنَةٌ، وَنِهَايَتُهُ حَسَنَةٌ
Yaitu orang yang awal hidupnya baik dan akhirnya juga baik.
Kedua:
مَنْ كَانَتْ بِدَايَتُهُ سَيِّئَةً، وَنِهَايَتُهُ سَيِّئَة.ً
Yaitu orang yang awal hidupnya buruk dan akhirnya juga buruk.
Ketiga:
مَنْ كَانَتْ بِدَايَتُهُ حَسَنَةً، وَنِهَايَتُهُ سَيِّئَةً
Yaitu orang yang awal hidupnya baik dan akhirnya buruk. Misalnya adalah orang yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah, lalu ia sebelum meninggal murtad keluar dari islam, dan meninggal dalam keadaan murtad.
Keempat:
مَنْ بِدَايَتُهُ سَيِّئَةٌ، وَنِهَايَتُهُ حَسَنَةٌ
Yaitu orang yang awal hidupnya buruk dan akhirnya baik. Misalnya adalah para tukang sihirnya Fir’aun yang kemudian beriman kepada Allah Rabnya Nabi Harun dan Musa.
Demikianlah pembagian manusia ditinjau dari awal dan akhir hidupnya. Tidak ada yang keluar dari empat keadaan tersebut.
Pesan Yang terulang
Ayat-ayat Al-Qur’an penuh dengan wasiat-wasiat yang amat berharga bagi para hamba. Di antara ayat yang terulang-ulang dalam khutbatul hajah adalah wasiat agar senantiasa istiqamah di atas jalan islam dan meninggal di atas ketakwaan. Allah berfirman.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa. Dan janganlah kalian sekali-kali mati kecuali dalam keadaan berserah diri”. (QS. Ali Imran: 102).
Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) berkata ketika menafsirkan ayat tersebut:
أَيْ: حَافَظُوا عَلَى الْإِسْلَامِ فِي حَالِ صِحَّتِكُمْ وَسَلَامَتِكُمْ لِتَمُوتُوا عَلَيْهِ، فَإِنَّ الْكَرِيمَ قَدْ أَجْرَى عَادَتَهُ بِكَرَمِهِ أَنَّهُ )مَنْ عَاشَ عَلَى شَيْءٍ مَاتَ عَلَيْهِ، وَمَنْ مَاتَ عَلَى شَيْءٍ بُعث عَلَيْهِ(
Maksudnya adalah jagalah oleh kalian agar senantiasa berada di atas islam dalam keadaan sehat dan selamat agar kalian dapat meninggal di atasnya. Hal itu karena Dzat yang Maha Pemurah telah memberlakukan kebiasaan-Nya dengan kemurahan-Nya bahwa barangsiapa yang hidup dalam suatu kebiasaan, maka ia mati dalam kebiasaan tersebut. Barangsiapa yang meninggal dalam kebiasaan tertentu, ia akan di bangkitkan dalam kebiasaan tersebut. (Tafsirul Qur’anil Adhim, II/87).
Semoga Allah memberikan kepada kita taufiq untuk dapat istiqamah dalam keataatan meskipun hanya sedikit. Karena amal yang dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu meskipun hanya sedikit.