Apakah kita lebih bersemangat ketika amal kita terlihat?
Apakah kita lebih giat ketika jasa-jasa kita diingat?
Apakah kita merasa lesu dan penat tatkala perjuangan kita di anggap seperti angin yang lewat?
Marilah kita bersama merenungkan kembali sebuah tarbiyah yang Allah berikan kepada kita di bulan mulia ini.
Puasa adalah amalan yang tersembunyi dari seorang hamba. Apabila kita bertemu orang yang tidak di kenal di jalan, apakah kita dapat memastikan bahwa ia berpuasa? Tidak. Puasa adalah sebuah amalan yang tidak kelihatan. Imam Ibnul Qayyim (W. 751 H) berkata:
وَهُوَ سِرٌّ بَيْنَ الْعَبْدِ وَرَبِّهِ لَا يَطَّلِعُ عَلَيْهِ سِوَاهُ
Ia (puasa) adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Dia. (Zaadul Ma’ad, II/27).
Puasa memang tidak tampak, akan tetapi ia adalah amalan yang memiliki pahala istimewa di sisi Allah. Hal itu sebagaimana dalam hadits qudsi:
فَإِنَّهُ لِيْ وَأَناَ أَجْزِيْ بِهِ.
“Sesungguhnya ia (puasa) adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan balasan dari puasa itu” (HR. Muslim).
Dengan demikian, puasa mengajarkan kita agar kita lebih memperhatikan masalah keikhlasan ini. Dengan keikhlasan, seseorang akan dapat meraih banyak kebaikan. Bahkan Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam – bersabda:
مَنِ اسْتَطَاعَ منْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ خَبِيْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ.
“Barangsiapa di antara kalian yang mampu memiliki amal shalih yang tersembunyi, maka lakukanlah”. (HR. Al-Khatib dalam At-Tarikh (XI/263). Lihat Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah, no. 2313, V/398).
Dalam rangka menjaga keikhlasan ini, Ar-Rabi’ bin Khutsaim (w. 65 H) banyak menyembunyikan amalnya. Ibnul Jauzi menyebutkan dalam Shifatush Shafwah (II/35) bahwa beliau telah membuka mushhafnya untuk dibaca, lalu datang seseorang, kemudian beliau menutupinya dengan bajunya. Nabi – Shallallahu ‘alaihi wasallam – telah bersabda:
الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ، وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ
Orang yang membaca Al-Qur’an dengan jahr (suara keras) seperti orang yang bersedekah dengan jahr (terang-terangan). Orang yang membaca Al-Qur’an dengan sir (suara pelan/tersembunyi) seperti orang yang bersedekah dengan sembunyi. (Shahih Abu Dawud, No. 1204).
Meskipun demikian keutamaan menyembunyikan amalan, akan tetapi ketika ada kemaslahatan yang lebih kuat, tidak mengapa menampakkan suatu amalan manakala disertai dengan memperhatikan kelurusan niatnya.
Demikianlah, puasa mengajarkan kepada kita agar selalu mengikhlaskan niat. Semoga Allah memberikan kepada kita karunia berupa istiqamah dalam keikhlasan sampai ajal menjemput.