Tidak sedikit pernikahan yang hanya seumur jagung. Belum genap setahun, sudah langsung saling mengucapkan, “Selamat tinggal”. Oleh karena itu, di hari yang berbahagia setelah selesai akad, sudah sepantasnya sang pengantin baru mendapatkan “bingkisan rohani”, sebagaimana ia telah banyak memperoleh “bingkisan jasmani” berupa kado-kado indah dari para koleganya dan relasinya. Berikut ini ada lima bingkisan untuk sepasang pengantin baru. Selamat membaca.
- Mengingat Agungnya Akad Nikah
Sebagai bentuk pengagungan terhadap akad nikah, Allah – ta’ala – menyebutnya akad ini dengan nama “Mitsaqan Ghalidha” (perjanjian yang kuat). Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 21,
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضى بَعْضُكُمْ إِلى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثاقاً غَلِيظاً
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kemabli, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu”.
Termasuk keagungan pernikahan adalah bahwa Nabi Musa rela bekerja pada orang tua wanita Madyan selama 8 tahun untuk dapat menikahi sang putri. Allah berfirman dalam surat Al-Qashash ayat 27:
قالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هاتَيْنِ عَلى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْراً فَمِنْ عِنْدِكَ
“Dia (orang Madyan) berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun, dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu”.
Setelah mendengar tawaran tersebut, Nabi Musa menjawab dengan setuju, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qashash ayat 28,
قالَ ذلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ …
“Dia (Musa) berkata, itu (perjanjian) antara aku dan engkau…”. Dalam kitab Aisarut Tafasir, Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan kemuliaan nabi Musa karena telah rela bekerja bertahun-tahun untuk bisa menikah agar terjaga kesucian dirinya.
Dengan demikian, masing-masing suam istri hendaknya mengingat agungnya akad nikah ini. Setelah itu, keduanya berusaha menjaga agar akad ini senantiasa terjaga sampai terwujud keluarga sakinah mawaddah warahmah.
- Memperbarui Niat Menikah
Kelurusan niat dalam menikah akan menjadi sebab seseorang mendapatkan kemudahan dalam urusan-urusannya. Dalam Shahih Targhib wa Tarhib, No. 1308, dari hadits Abu Hurairah – Radhiyallahu ‘anhu – Nabi – Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ… وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْعَفَافَ
“Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; … dan orang menikah yang menginginkan kesucian diri”. (HR. Tirmidzi, dan derajatnya hasan).
Dari hadits ini, maka sudah sepantasnya masing-masing mempelai memperbarui niatnya dalam menikah yaitu untuk beribadah kepada Allah ta’ala dan untuk mewujudkan ‘iffah (kesucian diri). Dalam kitab Faidhul Qadir, Imam Al-Munawi menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah menjaga diri dari zina, liwath dan sejenisnya.
- Tidak ada Pasangan yang Serba Sempurna
Apabila seseorang mencari pasangan hidup yang sempurna dari semua sisi pasti tidak akan mendapatkannya. Manusia adalah makhluk yang tidak terlepas dari kekurangan. Dalam muqaddimah Mu’jamul ‘Udaba’, Yaqut Al-Hamawi berkata,
فَالْكَمَالُ مُحَالٌ لِغَيْرِ ذِي الْجَلَالِ.
“Kesempurnaan adalah sebuah kemustahilan untuk selain Dzat yang memiliki keagungan (yaitu Allah – Ta’ala-)”. Hanya Allah semata yang memiliki kesempurnaan dalam semua sisi. Sedangkan hamba-hamba-Nya pasti memiliki kekurangan.
Tatkala seorang suami mengingat hal ini, maka ia tidak mudah mengucapkan talak untuk istrinya, ketika istrinya memiliki kekurangan yang kecil. Demikian juga seorang istri, tidak mudah meminta khulu’, hanya karena sedikit aib yang dimiliki oleh sang suami. Apabila poin ini senantiasa dipegangi dalam berumah tangga, maka sepasang mempelai akan saling memaklumi kondisi pasangan hidupnya, sehingga saling bermu’amalah dengan baik.
- Memperhatikan tarbiyah dalam keluarga
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari neraka”. (QS. At-Tahrim: 6).
Dalam Al-Washaya As-Salafiyyah (hlm. 45) dinukilkan bahwa dalam Tafsir As-Sam’ani (V/475) ada sebuah atsar dari seorang tabi’in Amr bin Qais Al-Mula-I (w. 142 H), ia berkata,
إِنَّ الْمَرْأَةَ لَتُخَاصِمُ زَوْجَهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اللهِ، فَتَقُوْلُ : إِنَّهُ كَانَ لاَ يُؤَدِّبُنِيْ، وَلَا يُعَلِّمُنِيْ شَيْئًا، كَانَ يَأْتِيْنِي بِخُبْزِ السُّوْقِ.
“Sesungguhnya ada seorang wanita yang benar-benar akan berdebat dengan suaminya pada hari kiamat di hadapan Allah. Wanita itu berkata, “Sesungguhnya ia tidak mendidikku, dan tidak mengajariku apapun. Ia hanya datang kepadaku dengan membawa roti dari pasar”.
Dari atsar ini diketahui pentingnya sepasang suami istri saling menasihati, saling ta’awun dalam ketaatan agar dapat menggapai ridha Allah dan surga-Nya. Hendaknya masing-masing berusaha mengajarkan kebaikan dalam keluarganya, sehingga fokusnya bukan hanya santapan jasmani, akan tetapi berusaha menghadirkan santapan rohani. Di antaranya adalah dengan hadir di majlis-majlis ilmu, pengajian dan majlis taklim dan saling mendukung untuk selalu thalabul ilmi.
- Isti’anah kepada Allah
Setelah menikah tidak berhenti berdoa. Di antara doa yang diajarkan oleh Nabi – Shalllallahu ‘alaihi wasallam agar mendapatkan kebaikan keluarga adalah sebagaimana dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah, No. 3137 dari riwayat At-Thabrani dalam kitab Ad-Du’a’,
اللَّهُمَّ إِنِيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَارِ السُّوْءِ، وَمِنْ زَوْجٍ تُشَيِّبُنِيْ قَبْلَ الْمَشِيْبِ، وَمِنْ وَلَدٍ يَكُوْنُ عَلَيَّ رَبًّا، وَمِنْ مَالٍ يَكُوْنُ عَلَيَّ عَذَاباً، وَمِنْ خَلِيْلٍ مَاكِرٍ عَيْنُهُ تَرَانِيْ، وَقَلْبُهُ يَرْعَانِيْ؛ إِنْ رَأَى حَسَنَةً دَفَنَهَا، وَإِذَا رَأَى سَيِّئَةً أَذَاعَهَا
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk, pasangan hidup yang menjadikanku berubah sebelum waktunya, anak yang menjadi majikan atasku (karena kedurhakaannya), harta yang menjadi siksaan bagiku, teman dekat yang berbuat makar, pandangannya melihatku, dan hatinya mencari-cari kejelekanku. Jika dia melihat kebaikan, ia memendamnya. Apabila ia melihat keburukan, ia menyebarkannya”.
Demikian lima bingkisan untuk mempelai. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Semoga keluarga yang kita bentuk menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Amin Ya Rabbal ‘alamin.