Setiap insan tentu ingin menggapai kebahagiaan. Tidaklah manusia beraktivitas, “peras keringat” dan “banting tulang”, melainkan untuk dapat meraih kebahagiaan. Apa sebenarnya kebahagiaan yang hakiki itu? Berikut uraian ringkasnya. Selamat membaca.
Berbahagia dengan nikmat ilmu
Allah ta’ala telah membuat perbandingan antara nikmat ilmu dengan nikmat duniawi. Allah telah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah, “Hanya dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dengan itulah hendaknya mereka bergembira. Itu lebih baik daripada (harta duniwai) yang mereka kumpulkan”.
(QS. Yunus: 58).
Dalam Taisirul Karimir Rahman, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di (hlm.367) berkata berkaitan dengan ayat ini,
فَنِعْمَةُ الدِّيْنِ الْمُتَّصِلَةُ بِسَعَادَةِ الدَّارَيْنِ، لاَ نِسْبَةَ بَيْنَهَا، وَبَيْنَ جَمِيْعِ مَا فِي الدُّنْيَا، مِمَّا هُوَ مُضْمَحِلٌّ زَائِلٌ عَنْ قَرِيْبٍ
“Maka, nikmat agama yang berkaitan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat tidak ada bandingannya dengan seluru isi dunia yang akan lenyap dalam waktu dekat”.
Dari sini, diketahui pentingnya setiap muslim memperhatikan ilmu agama. Hanya dengan ilmu ini, seseorang akan dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tiga macam kebahagiaan
Dalam kitab Miftah Daris Sa’adah (I/360 – tahqiq Syaikh Ali Al Halabi) Imam Ibnul Qayyim – Rahimahullah – telah menjelaskan bahwa ada tiga jeis kebahagiaan yang berpengaruh dalam jiwa;
Pertama, sa’adah kharijiyyah (kebahagiaan eksternal). Ini adalah kebahagiaan yang dipinjamkan, yaitu kebagiaan harta dan kedudukan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Kebahagiaan ini akan berpisah dengan manusia ketika pinjaman itu dikembalikan.
Kedua, sa’adah fi jismihi wa badanihi (kebahagiaan dalam fisiknya), seperti kesehatan dan kesesuaian anggota badan. Ini pada hakikatnya adalah kebagiaan eksternal, karena manusia itu pada hakikatnya adalah ruh dan hatinya, bukan dengan badannya dan fisiknya, sebagaimana seorang penyair berkata,
يَا خَادِمَ الْجِسْمِ كَمْ تَشْقَى بِخِدْمَتِهِ فَأَنْتَ بِالرُّوْحِ لَا بِالْجِسْمِ إِنْسَانُ
Wahai orang yang melayani fisiknya, betapa banyak engkau telah sengsara karena melayaninya.
Engkau menjadi manusia sebenarnya adalah dengan ruhmu, bukan sekedar dengan fisikmu.
Ketiga, sa’adah haqiqiyyah (kebahagiaan yang hakiki), kebahagiaan jiwa dan hati, yaitu kebahagiaan ilmu yang bermanfaat. Ini adalah kebahagiaan yang akan terus-menerus menyertai seorang hamba dalam seluruh safarnya dan perjalanannya di tiga tempat, yaitu di dunia, dalam barzakh dan di darul qarar (tempat menetap di akhirat). Dengan ilmu ini, seorang hamba akan menjadi meningkat keutamaannya. Demikian ringkasan dari penjelasan Imam Ibnul Qayyim – Rahimahullah.
Dari pembagian di atas, maka banyak manusia yang lebih fokus kepada jenis yang pertama dan kedua saja, lalu melupakan jenis yang ketiga, yaitu kebahagiaan dengan ilmu agama. Dalam Irsyaduth Thullab Ila Fadhilatil ‘Ilmi wal ‘Amali wal Adab (hlm. 17- tahqiq Syaikh Ali Al-Halabi- rahimahullah-) Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Mani’ – rahimahullah- (w. 1385 H) berkata,
كَانَ اْلعِلْمُ مِفْتَاحَ الْخَيْرَاتِ وَبَابَ السَّعَادَاتِ
“Ilmu adalah kunci berbagai kebaikan dan pintu kebahagiaan”.
Mengapa berpaling dari belajar ilmu agama?
Pertanyaan ini barangkali terlintas dalam benak sebagian di antara kita. Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa banyak orang yang enggan menempuh kebahagiaan yang hakiki ini salah satu sebabnya adalah bahwa kebahagiaan hakiki ini sulit jalannya, pahit permulaannya, dan membutuhkan kelelahan dalam mendapatkatkannya. Beliau berkata dalam Miftah Dar Sa’adah (I/363),
الْمَكَارِمُ مَنُوْطَةٌ بِالْمَكَارِهِ
“Kemuliaan-kemuliaan itu bergantung kepada kesulitan-kesulitan”.
Imam Muslim telah membawakan atsar dari Imam Yahya bin Abi Katsir yang telah berkata,
لاَ يُنَالُ اْلعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ
“Ilmu tidak dapat diraih dengan kenyamanan tubuh (bersantai-santai)”.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan utama adalah kebahagiaan dengan ilmu. Ketika mencarinya pun perlu berbagai perjuangan dan pengorbanan. Semoga Allah, memudahkan kita semua untuk mencintai ilmu agama ini. Amiin ya Rabbal ‘alamin.