Dalam kitab Birrul Walidain Adab Wa Ahkam (hlm. 41) Syaikh Khalid bin Jum’ah Al-Kharraz menyampaikan peristiwa yang telah beliau alami sendiri ketika diundang untuk ceramah di sebuah penjara. Beliau duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan para tawanan. Beliau melihat wajah-wajah para tawanan.
Tiba-tiba Syaikh mendapati wajah salah seorang yang pernah menjadi murid di tingkat SMA. Ia duduk di bagian belakang masjid dan mencuri-curi pandang untuk melihat beliau. Beliau bersyukur karena salah satu muridnya telah besar dan menjadi pegawai penjara.
Syaikh mengira muridnya itu akan segera menemui dan menyambut beliau setelah selesai kajian. Ternyata ia segera keluar dari masjid. Lalu beliau bertanya kepada petugas MC tentangnya, lalu dijawab, “Ia adalah salah satu tawanan di sini dan bukan seorang pegawai!”.
Sebuah jawaban yang sangat-sangat mengejutkan. Beliau bertanya, “Apakah ia tawanan?”. Petugas MC menjawab, “Ya”. Syaikh menjelaskan bahwa petugas MC itu bercerita dalam keadaan hatinya tercabik-cabik kesedihan. Anak itu menjadi tawanan karena kedua orang tuanya yang tidak perhatian. Ayahnya adalah seorang yang fasik pencandu minuman keras dan syahwat. Ibundanya tidak memiliki jiwa keibuan sama sekali sehingga tidak mengasuhnya dengan semestinya. Akhirnya ia pun diserahkan kepada seorang pembantu. Ia hidup dalam keluarga yang broken, tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tua atau kenyamanan jiwa. Yang ada adalah problematika yang datang silih berganti, akhirnya terjatuh dalam kriminal yang menjadikannya masuk penjara.
Syaikh menggambarkan keadaan muridnya itu seakan-akan ia berkata kepada beliau,
أَيُّهَا الْأُسْتَاذُ مَهْلًا إِنَّنِيْ لَمْ أَجْنِ شَيَّا
Wahai guruku, perlahan-lahanlah! Sesungguhnya aku tidak melakukan sebuah kriminal apapun.
كُلُّ مَا فِي اْلأَمْرِ أَنِّيْ عِشْتُ فِيْ بَيْتِيْ شَقِيَّا
Semua keadaan yang aku alami ini adalah karena aku hidup dalam rumahku dengan kondisi celaka.
بِشَقَاءِ صُنْعِ قَوْمٍ مَنْ هُمُوْ؟ هُمْ وَالِدَيَّا
Disebabkan kesengsaraan perilaku suatu kaum. Siapakah mereka? Mereka adalah kedua orang tuaku.
إِذْ رَضَعْتُ الْهَمَّ طِفْلًا وَكَوَانِي الْيُتْمُ كَيًّا
Aku menyusu kesedihan di waktu aku masih kecil. Keyatimanku telah menyiksaku dengan sebenar-benarnya penyiksaan.
فَأَبِيْ مِنِّيْ بَرِيْءٌ وَأَنَا عَنْهُ قَصِيَّا
Ayahku berlepas diri dariku (tidak mendidik dan mengarahkanku). Akupun jauh darinya.
هَكَذَا أَقْضِي اللَّيَالِيْ لَيْسَ لِيْ فِي النَّاسِ حَيَّا
Demikianlah aku lalui malam-malamku, tidak ada orang yang hidup (memberikan pengarahan dan bimbingan) dalam kehidupanku.
صَارَ صُبْحِيْ لِيْ شَقَاءً وَكَذَا الْحَالُ عَشِيَّا
Di pagi hari aku mendapatkan kesengsaraan dan demikian pula sore hariku.
إِنْ بَكِيْتُ الْيَوْمَ وَحْدِيْ فَغَدًا حَوْلِيْ بُكِيَّا
Jika aku menangis hari ini sendirian, keesokan harinya pun di sekitarku adalah berupa tangisan.
كُلُّ ذَنْبِيْ أَنَّ أُمِّيْ مَا حَنَتْ يَوْمًا عَلَيَّا
Kesalahanku adalah bahwa ibundaku tidak pernah sayang kepadaku meskipun satu hari
كُلُّ ذَنْبِيْ كُنْتُ ابْنًا لِأَبٍ غَيْرِ سَوِيَّا
Kesalahanku adalah bahwa aku adalah seorang anak dari bapak yang perilakunya tidak baik.
أَيُّهَا الْأُسْتَاذُ مَهْلًا مَنْ تَرَى مِنَّا الْغَوِيَّا
Wahai guruku, perlahanlah (dalam memutuskan)! Siapakah orang yang engkau pandang menyimpang di antara kami?
أَأَنَا أَمْ وَالِدَيَّا فاَنْظُرِ الْأَمْرَ مَلِيَّا
Aku ataukah ibu bapakku (yang telah menyia-nyiakanku), maka silahkan perhatikan dengan seksama.
Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita sebagai orang tua untuk selalu memperhatikan anak-anak kita. Mereka adalah tanggung jawab kita. Dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Masing-masing dari kalian adalah pemimpin. Masing-masing akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya”.. Semoga putra-putri kita diselamatkan dari berbagai keburukan dunia dan akhirat. Amin.