Haid adalah sebuah hal yang biasa dialami oleh kaum hawa. Allah telah menjelaskan tentang haidh ini di antaranya dalam surat Al-Baqarah ayat 222,
وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذىً
“”Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor”. Berapa lama seorang muslim bisa memahami dengan pemahaman yang mendalam tentang masalah haid?
Dalam kitab Thabaqatul Hanabilah (I/198), Imam Abu Ya’la (w. 526 H) – Rahimahullah – telah menyebutkan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al-Mastawi berkata,
سَمِعْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلَ يَقُوْلُ: كُنْتُ فِيْ كِتَابِ الْحَيْضِ تِسْعَ سِنِيْنَ، حَتَّى فَهِمْتُهُ
“Aku telah mendengar Ahmad bin Hambal berkata, “Aku dahulu mempelajari kitab tentang haid selama sembilan tahun sampai aku paham”.
Atsar dari Imam Ahmad bin Hambal – Rahimahullah – ini mengandung sejumlah faidah yang sangat penting bagi para penuntut ilmu. Di antara faidah yang terkandung di dalamnya ada 5, yaitu:
- Luasnya pembahasan tentang masalah haid.
Masalah haid rinciannya sangat banyak, tidak sesederhana yang dibayangkan oleh sebagian orang. Dalam Fatawa Arkanil Islam (hlm. 312) pada jawaban pertanyaan ke-178, Syaikh Al-Utsaimin – Rahimahullah – mengatakan,
مَشَاكِلُ النِّسَاءِ فِي الْحَيْضِ بَحْرٌ لَا سَاحِلَ لَهُ
“Problematika wanita dalam haidh seperti lautan yang tidak berpantai”.
Syaikh Dubayyan bin Ahmad Ad-Dubayyan telah menyusun Mausu’ah Ahkam Thaharah sebanyak 13 (tiga belas) jilid. Pada jilid ke-6, ke-7 dan ke-8 khusus membahas tentang haid dan nifas. Silahkan mengintip pembahasannya dari daftar isinya! Subhanallah, alangkah luasnya pembahasan tentang darah wanita!
- Memahami ilmu membutuhkan kesabaran yang kontinu.
Imam Ahmad bersabar dalam mendalami masalah hadits ini sampai sembilan tahun. Ini menunjukkan pentingnya kesabaran. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – Rahimahullah – telah berkata dalam Kitabul ‘Ilm (hlm. 53),
أَنْ يَبْذُلَ الْجُهْدَ فِيْ إِدْرَاكِ الْعِلْمِ وَالصَّبْرِ عَلَيْهِ
“Hendaknya ia (penuntut ilmu) mengerahkan kemampuannya untuk mendapatkan ilmu dan bersabar di dalamnya”.
- Ilmu tidak dapat diraih secara instan, tetapi perlu bertahap dan sedikit demi sedikit.
Apabila ilmu yang jumlahnya sangat banyak hanya dipelajari secara instan, maka kemungkinan besar akan lenyap pula secara sekaligus. Dalam Tadribur Rawi (II/721), dinukilkan bahwa Imam Az-Zuhri – Rahimahullah – berkata:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ جُمْلَةَ فَاتَهُ جُمْلَةً.
“Barangsiapa yang mencari ilmu secara sekaligus, maka akan hilang darinya secara sekaligus”
- Hukum asal manusia adalah tidak mengetahui.
Semua manusia lahir dalam keadaan tidak mengerti apa-apa. Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 78,
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dialah Allah yang telah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Dan Allah menjadikan untuk kalian pendengaran, penglihatan dan hati mudah-mudahan kalian bersyukur”.
- Menceritakan tentang diri sendiri untuk memotivasi.
Faidah lain dari atsar di atas adalah seorang imam menceritakan perjuangannya ketika masih di masa menuntut ilmu sebagai motivasi untuk para penuntut ilmu agar tabah dan sabar dalam menjalani thalabul ‘ilmi. Dalam Tartibul Madarik (I/14) disebutkan,
الْحِكَايَاتُ جُنْدٌ مِنْ جُنُوْدِ اللهِ يُثَبِّتُ اللهُ بِهَا قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ.
“Kisah-kisah adalah tentara di antara tentara Allah yang dapat meneguhkan hati para kekasih-Nya”.
Demikianlah di antara kandungan yang ada dalam atsar di atas. Semoga dengan merenungkan kandungan atsar ini kita semua sebagai penuntut ilmu selalu bersabar menjalani proses menuntut ilmu sehingga dapat membuahkan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Amin.