Dzikir setelah shalat termasuk amalan sehari-hari bagi seorang muslim. Ada sebuah dzikir yang seringkali sebagian di antara kita terlupakan darinya. Bahkan sebagian kitab yang membahas tentang bacaan-bacaan setelah shalat, belum memuatnya. Dzikir apakah itu? Apa dasarnya?
Dalam Riyadhush Shalihin, Bab Fadlish Shaffil Awwal, Imam Nawawi – Rahimahullah – telah membawakan sebuah hadits berikut
عَنِ الْبَرَّاءِ – رضي الله عنه – قَالَ: كُنَّا إذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: «رَبِّ قِني عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ – أو تَجْمَعُ – عِبَادَكَ». رواه مُسلِمٌ
Dari Al-Barra’ – Radhiyallahu ‘anhu – berkata, “Dahulu apabila kami shalat di belakang Rasulullah – Shallallahu ‘alaihi wasallam -, kami ingin berada di sebelah kanan beliau, beliau menghadap kepada kami dengan wajahnya, lalu aku mendengar beliau berdoa, “Wahai Rabbku, lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan para hamba-Mu”. (HR. Muslim).
Dalam Bahjatun Nadzirin (II/288), Syaikh Salim Al-Hilali – Hafidzahullah – menjelaskan bahwa salah satu pelajaran dari hadits di atas adalah
مِنَ اْلأَذْكَارِ الْمَشْرُوْعَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ : ((اللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ))
“Termasuk dzikir yang disyariatkan setelah shalat wajib adalah “Ya Allah, lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu”.
Barangkali ada yang bertanya, “Bagaimana Nabi – Shallallahu ‘alaihi wasallam – memohon perlindungan dari adzab, padahal beliau telah dijamin masuk surga?”. Dalam Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih (III/27), Imam ‘Ali Al-Qari – Rahimahullah – menjelaskan ada dua hal;
Pertama, sebagai ta’lim (pengajaran) untuk ummat ini agar memohon perlindungan dari adzab.
Kedua, sebagai bentuk ketawadhu’an beliau terhadap Allah ta’ala.
Demikianlah sebuah doa yang sudah sepantasnya dibaca setelah shalat wajib. Semoga kita mendapat taufiq dapat mengamalkan doa ini setiap hari. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Referensi:
- Ali bin Sulthan Al-Qari, 1422 H/2001 M, Mirqatul Mafatih Syarh Misyakatil Mashabih, Bairut: Darul Kutubil ‘Ilmiyyah.
- Salim bin ‘Id Al-Hilali, Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhish Shalihin, Dammam: Dar Ibnil Jauzi.
- Yahya bin Syaraf An-Nawawi, 1430 H/2009 M, Riyadhish Shalihin, Kairo: Darus Salam.