Kemajuan teknologi telah banyak mempengaruhi pola hidup manusia. Ada yang positif dan ada pula yang negatif. Salah satu hal fenomena yang sering terjadi adalah copas (copy and paste). Mengambil dari suatu website, tetapi tidak menyandarkannya kepada sumbernya. Tidak memberikan isyarat bahwa ia telah mengambil dari situs tersebut. Ada pula yang mengambil dari sebuah buku tetapi tidak menyandarkan kepada buku tersebut.
Terkadang seseorang mengatakan dalam statusnya, “Imam Ibnu Katsir telah berkata ….”, padahal orang yang mengatakannya belum pernah melihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, apalagi membacanya. Bahkan sampulnyapun belum pernah dia lihat. Bagaimana yang semestinya?
Imam Nawawi (w. 676 H) – Rahimahullah – telah membawakan sebuah hadits dalam kitabnya Riyadhis Shalihin dalam bab Fadhliz Zuhdi dari Abu Hurairah bahwa Nabi – Shallallahu ‘alaihi wasallam – menyandarkan perkataan kepada orang yang telah mengatakannya. Beliau bersabda,
أصْدَقُ كَلِمَةٍ قَالَهَا شَاعِرٌ كَلِمَةُ لَبِيدٍ: ألَا كُلُّ شَيْءٍ مَا خَلَا اللهَ بَاطِلُ
“Kata paling benar yang dikatakan oleh seorang penyair adalah kata Labid, “Ketahuilah bahwa segala sesuatu selain Allah akan binasa”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits di atas, Nabi – Shallallahu ‘alaihi wasallam – menisbatkan perkataan itu kepada orang yang mengatakannya, yaitu Labid. Ia adalah Labid bin Rabi’ah Al-‘Amiri seorang penyair jahiliyyah yang kemudian masuk islam sebagaimana dijelaskan oleh Az-Zirikli dalam kitab Al-A’lam (V/240). Nabi – Shallallahu ’alaihi wasallam – tidak menyembunyikan namanya, meskipun ucapan itu berasal dari perkataan penyair. Dengan demikian, apabila seseorang menukil sebuah perkataan, hendaknya menyandarkannya kepada orang yang telah mengatakannya.
Menyandarkan faidah kepada sumbernya akan membuahkan berbagai keutamaan, antara lain:
- Keberkahan
Dalam kitab Jami’ Bayanil ‘Ilm wa Fadhlihi (II/115, no. 1754), Imam Ibnu Abdil Barr Al-Qurthubi (w. 463 H) telah mengatakan,
إِنَّ مِنْ بَرَكَةِ الْعِلْمِ أَنْ تُضِيَفَ الشَّيْءَ إِلَى قَائِلِهِ
“Sesungguhnya termasuk keberkahan ilmu adalah menyandarkan sesuatu (perkataan/nukilan) kepada orang yang telah mengatakannya”.
- Termasuk bentuk syukur atas ilmu
Apabila seseorang diberi santapan jasmani, maka disyariatkan untuk bersyukur dan berterima kasih kepada yang telah memberinya. Demikian pula, apabila diberi faidah ilmiah oleh seseorang lewat websitenya atau kitabnya, maka lebih pantas lagi untuk menghaturkan terima kasih kepada yang memberinya. Di antara bentuknya adalah dengan menyandarkannya kepada sumbernya.
Pada abad ke-X Hijriyah, hiduplah seorang ulama yang bernama Imam As-Suyuti (w. 911 H). Beliau membuat sebuah pembahasan dalam kitabnya yang bernama Al-Muzhir fi Ulum al-Lughah (II/319) berupa pasal berikut:
فَصْلٌ وَمِنْ بَرَكَةِ اْلعِلْمِ وَشُكْرِهِ عَزْوُهُ إِلَى قَائِلِهِ
“Pasal : Termasuk Berkahnya ilmu dan syukurnya adalah Menyandarkannya kepada orang telah mengatakannya”.
- Bentuk apresiasi kepada pendahulu
Dalam kitab Manhajiyyatul Bahtsil ‘Ilmi wa Dhawabithuhu (hlm. 147), Dr. Hilmi Abdul Mun’im telah menyatakan:
فَإِذَا نَقَلَ الْإِنْسَانُ فِكْرَةً عَنِ الْغَيْرِ أَو اسْتَنَادَ عِلْمًا مِنَ الْغَيْرِ لَا بُدَّ أَنْ يُثْبِتَ هَذِهِ الْفِكْرَةَ لِصَاحِبِهَا، وَأَنْ يَعْزُوَ الْعِلْمَ إِلَى أَهْلِهِ، وَلَا يَنْسَى لِأَهْلِ الْفَضْلِ فَضْلَهُمْ، وَلَا لِأَهْلِ السَّبْقِ سَبْقَهُمْ
“Apabila seseorang menukil suatu pemikiran dari orang lain, atau bersandar dari segi ilmu kepadanya, maka ia harus menetapkan pemikiran tersebut kepada pemiliknya, dan harus menyandarkan ilmu kepada orang yang memilikinya, tidak lupa keutamaan orang yang memiliki keutamaan dan pendahuluan orang-orang yang terdahulu”.
Imam Ibnu Rojab (w. 795 H), telah menjelaskan dalam kitabnya Dzail Thabaqatil Hanabilah (II/87) bahwa Imam Abdul Mun’im bin Muhammad al-Baghdadi – salah seorang yang faqih dalam madzhab Hambali, wafat 612 H – telah berkata:
إِذَا أَفَادَكَ إِنْسَانٌ بِفَائِدَةٍ مِنَ الْعُلُوْمِ فَأَدْمِنْ شُكْرَهُ أَبَدًا
وَقُلْ: فُلَانٌ جَزَاهُ اللهُ صَالِحَةً أَفَادَنِيْهَا، وَأَلْقِ الْكِبْرَ وَالْحَسَدَا
Apabila seseorang telah memberimu suatu faidah berupa ilmu
Maka senantiasalah berterima kasih seterusnya.
Katakanlah : “Fulan itu –semoga Allah membalasnya dengan kebaikan –
Ia telah memberiku faidah itu” dan hilangkanlah sifat sombong dan iri hati!
Demikianlah pentingnya menyebutkan rujukan dalam menulis ataupun menyusun suatu karya, baik itu artikel, konten IG, WA atau media-media lainnya. Semoga Allah memberikan kebaikan kepada kita semua di dunia dan akhirat. Amin.